womenAtas Nama Pribadi dan Keluarga Besar celebratecelebratecelebrateSTIKes MUHAMMADIYAHcelebratecelebratecelebrate Lhokseumawe, Melalui Blog ini, Mengucapkan doadoadoa"MINAL A IDZIN WAL FA IZIN"doadoadoa Mohon Maaf Lahir Dan Bathin celebratecelebratecelebrate"SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430H"celebratecelebratecelebrate Semoga Ibadah kita selama Ramadhan di terima Oleh Allah SWT, dan Semua dosa kita diampuni-Nya. doadoadoaAmiiindoadoadoa

Rabu, 02 September 2009

Upaya Pelayanan Kesehatan Lansia

Upaya Mengatasi Kesehatan pada Lansia

- Upaya pembinaan kesehatan

- Upaya pelayanan kesehatan :

# Upaya promotif

# Upaya preventif

# Diagnosa dini dan pengobatan

# Pencegahan kecacatan

# Upaya rehabilitatif

- Upaya perawatan

- Upaya pelembagaan Lansia

Prinsip pelayanan kesehatan pada Lansia

a. Prinsip holistik

Seorang penderita lanjut usia harus dipandang sebagai manusia seutuhnya (lingkungan psikologik dan sosial ekonomi). Hal ini ditunjukkan dengan asesmen geriatri sebagai aspek diagnostik, yang meliputi seluruh organ dan sistem, juga aspek kejiwaan dan lingkungan sosial ekonomi.

♥ Sifat holistik mengandung artian baik secara vertikal ataupun horizontal. Secara vertikal dalam arti pemberian pelayanan di masyarakat sampai ke pelayanan rujukan tertinggi, yaitu rumah sakit yang mempunyai pelayanan subspesialis geriatri. Holistik secara horizontal berarti bahwa pelayanan kesehatan harus merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan lansia secara menyeluruh. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan harus bekerja secara lintas sektoral dengan dinas/ lembaga terkait di bidang kesejahteraan, misalnya agama, pendidikan, dan kebudayaan, serta dinas sosial.

♥ Pelayanan holistik juga berarti bahwa pelayanan harus mencakup aspek pencegahan (preventif), promotif, penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Begitu pentingnya aspek pemulihan, sehingga WHO menganjurkan agar diagnosis penyakit pada Lansia harus meliputi 4 tingkatan penyakit :

Disease (penyakit), yaitu diagnosis penyakit pada penderita, misalnya penyakit jantung iskemik.

Impairment (kerusakan/ gangguan), yaitu adanya gangguan atau kerusakan dari organ akibat penyakit, missal pada MCI akut ataupun kronis.

Disability (ketidakmampuan), yaitu akibat obyektif pada kemampuan fungsional dari organ atau dari individu tersebut. Pada kasus di atas misalnya terjadi decompensasi jantung.

Handicap (hambatan), yaitu akibat sosial dari penyakit. Pada kasus tersebut di atas adalah ketidakmampuan penderita untuk melakukan aktivitas sosial, baik di rumah maupun di lingkungan sosialnya.

b. Prinsip tatakerja dan tatalaksana secara TIM

Tim geriatrik merupakan bentuk kerjasama multidisipliner yang bekerja secara inter-disipliner dalam mencapai tujuan pelayanan geriatrik yang dilaksanakan.

Yang dimaksud dengan multidisiplin si sini adalah berbagai disiplin ilmu kesehatan yang secara bersama-sama melakukan penanganan pada penderita lanjut usia. Komponen utama tim geriatrik terdiri dari dokter, pekerja sosio medik, dan perawat. Tergantung dari kompleksitas dan jenis layanan yang diberikan. Anggota tim dapat ditambah dengan tenaga rehabilitasi medik (dokter, fisioterapist, terapi okupasi, terapi bicara, dll.), psikolog, dan atau psikiater, farmasis, ahli gizi,dan tenaga lain yang bekerja dalam layanan tersebut.

Istilah interdisiplin diartikan sebagai suatu tatakerja dimana masing-masing anggotanya saling tergantung (interdependent) satu sama lain. Jika tim multidisiplin yang bekerja secara multidisiplin, dimana tujuan seolah-olah dibagi secara kaku berdasarkan disiplin masing-masing anggota. Pada tim interdisiplin, tujuan merupakan tujuan bersama. Masing-masing anggota mengerjakan tugas sesuai disiplinnya sendiri-sendiri, tetapi tidak secara kaku. Disiplin lain dapat memberi saran demi tercapainya tujuan bersama. Secara periodik dilakukan pertemuan anggota tim untuk mengadakan evaluasi kerja yang telah dicapai, dan kalau perlu mengadakan perubahan demi tujuan bersama yang hendak dicapai.

Pada tim multidisiplin, kerjasama terutama bersifat pada pembuatan dan penyerasian konsep. Sedangkan pada tim interdisiplin, kerjasama meliputi pembuatan dan penyerasian konsep serta penyerasian tindakan.

Tim geriatri disamping mengadakan asesmen atas masalah yang ada, juga mengadakan asesmen atas sumber daya manusia dan sosial ekonomi yang bisa digunakan untuk membantu pelaksanaan masalah penderita tersebut.

V. PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT

Pembinaan Kesehatan

Tujuannya adalah meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yagn bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat.

Informasi yang diperlukan usia 40-45 tahun (masa virilitas)

1. Mengetahui sedini mungkin adanya akibat proses penuaan (keluhan mudah jatuh, mudah lelah, nyeri dada, berdebar-debar, sesak nafas waktu beraktivitas.

2. Mengetahui pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala.

3. Melakukan latihan kesegaran jasmani.

4. Melakukan diet dengan menu seimbang.

5. Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat.

6. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Informasi yang diperlukan usia 55-64 tahun (masa presenium)

1. Pemeriksaan kesehatan secara berkala.

2. Perawatan gizi/ diet seimbang

3. Kegiatan olahraga/ kesegaran jasmani.

4. Perlunya berbagai alat bantu untuki tetap berdaya guna.

5. Pengembangan dan peningkatan hubungan sosial di masyarakat.

6. Peningkatan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Informasi yang diperlukan > 65 tahun dan kelompok resiko tinggi

1. Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi, aktivitas di dalam rumah maupun di luar rumah.

2. pemakaian alat bantu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada pada mereka.

3. Pemeriksaan kesehatan secara berkala.

4. Perawatan fisioterapi di RS terdekat.

5. Latihan kesegaran jasmani.

6. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pelayanan kesehatan

a. Upaya peningkatan / Promosi Kesehatan

Pada dasarnya merupakan upaya pencegahan primer ( primary prevention).

Anjuran dari Prof. Dr. Slamet Suyono (RSCM, 1997) adalah : BAHAGIA

Berat badan berlebihan agar dihindari dan dikurangi

Aturlah makanan hingga seimbang

Hindari faktor risiko penyakit degeneratif

Agar terus berguna dengan mempunyai hobi yang bermanfaat

Gerak badan teratur agar terus dilakukan

Iman dan takwa tingkatkan, hindari dan tangkal situasi yang menegangkan

Awasi kesehatan dengan memeriksakan badan secara periodik

DepKes RI 1998, Buku Pedoman pemeliharaan Kesehatan Usia Lanjut, memuat anjuran untuk hidup sehat :

· Perkuat ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa untuk mengendalikan stress

· Periksakan kesehatan secara berkala

· Makan dan minum

- kurangi gula, lemak, dan garam

- perbanyak buah, sayur, susu tanpa lemak dan ikan

- hindari alkohol

- berhenti merokok

- perbanyak minum air putih 6-8 gelas per hari atau sesuai anjuran petugas kesehatan

· Kegiatan fisik dan psikososial

- pertahankan berat badan normal

- lakukan kegiatan fisik sesuai kemampuan

- lakukan latihan kesegaran jasmani sesuai kemampuan seperti jalan kaki, senam, berenang, dan bersepeda

- tingkatkan silaturahmi

- sempatkan rekreasi dan salurkan hobi secara teratur dan bergairah

- gunakan obat-obatan atas saran petugas kesehatan

- pertahankan hubungan harmonis dalam keluarga

- tetap melakukan kegiatan seksual dengan pasangan hidup

b. Upaya pencegahan / Prevention

♣ Bagaimanapun hebatnya penemuan dalam bidang teknologi dan obat-obatan untuk merawat dan menyembuhkan Lansia yang sakit, tetapi peranan prevensi (pencegahan) semakin besar, karena bila dilaksanakan secara cermat dan terus menerus akan memberikan hasil yang lebih baik dengan biaya yang lebih murah.

♣ Yang dimaksudkan dengan prevensi bukanlah menghindarkan ketuaan atau proses menjadi tua, melainkan menghindarkan sejauh mungkin penyakit-penyakit yang dapat timbul dan mengusahakan agar fungsi tubuh selama mungkin dapat dipertahankan.

1. Upaya pencegahan primer (Primary prevention)

Ditujukan kepada Lansia yang sehat, mempunyai risiko akan tetapi belum menderita

penyakit. Dapat digolongkan pada upaya peningkatan

2. Upaya pencegahan sekunder (Secondary prevention)

Ditujukan kepada penderita tnpa gejala, yang mengidap faktor risiko. Upaya ini dilakukan

sejak awal penyakit hingga awal timbulnya gejala atau keluhan.

Menurut DepKes RI 1998, keluhan yang perlu diwaspadai :

- cepat lelah - nyeri pinggang

- nyeri dada - nyeri sendi

- sesak napas - gangguan gerak

- berdebar-debar - kaki bengkak

- sulit tidur - kesemutan

- batuk - sering haus

- gangguan penglihatan - gangguan BAB/ BAK

- gangguan pendengaran - benjolan tidak normal / daging

- gangguan mulut tumbuh

- nafsu makan meningkat atau menurun - keluarnya darah atau cairan melalui vagina secara terus-menerus

3. Upaya pencegahan tersier (Tertiary prevention)

Ditujukan kepada penderita penyakit dan penderita cacat, yang telah

memperlihatkan gejala penyakit.

* Tahap I : Ketika Lansia dirawat di RS

* Tahap II : Ketika Lansia pada masa rehabilitasi atau rawat jalan

* Tahap III : Ketika Lansia pada saat pemeliharaan jangka panjang

♣ Tindakan pencegahan praktis yang dapat dilaksanakan :

a. Hindari berat badan berlebihan (obesitas ataupun overweight)

b. Kurangi makan dan pilihlah makanan yang sesuai

c. Olahraga yang ringan dan teratur harus dilakukan

d. Menghindari faktor resiko PJK

- faktor resiko yang tidak dapat dihindari : umur, jenis kelamin, keturunan

- faktor resiko yang sukar dihindari : kepribadian

- faktor resiko yang dapat dihindari/ dibatasi : merokok, kelebihan BB,

hiperkolesterolemia, hipertensi, DM

e. Menghindari timbulnya kecelakaan pada Lansia

f. Tindakan yang mengisi kehidupan Lansia

g. Persiapan menghadapi pensiun

h. Pemeriksaan kesehatan secara periodik

b. Diagnosa dini dan pengobatan / Early diagnosis and prompt treatment

Dilaksanakan oleh Lansia, keluarga, petugas professional, dan petugas panti.

Pengobatan dijalankan terhadap gangguan sistem, mengurangi gejala yang terjadi dan mengatasi manifestasi klinik.

Kegiatan dilaksanakan di tingkat keluarga, fasilitas pelayanan tingkat dasar, dan fasilitas pelayanan rujukan tingkat I dan tingkat II.

1. Diagnosa dini oleh Lansia dan keluarga

- Di Amerika Serikat, bimbingan diberikan oleh National Health Information Clearinghouse (1994), untuk memungkinkan para Lansia memberi skor terhadap gaya hidup sehat (healthstyle self-test) dengan menghitung skor merokok, pemakaian alkohol, dan obat, kebiasaan makan, olahraga, dan kebugaran, pengendalian stres, juga pengamanan diri terhadap kecelakaan dan cedera.

- Medical screening schedule (prosedur penapisan) dianjurkan U.S. Preventive Services Task Force (1994), meliputi:

a. Penapisan :

ü Anamnesa diarahkan terhadap tanda gejala nyeri dada, kebiasaan diet, kebiasaan olahraga, pemakaian alcohol dan kebiasaan merokok, serta ada atau tidaknya gangguan fungsi di rumah

ü Pemeriksaan fisik : berat dan tinggi badan, tekanan darah, visus, fungsi pendengaran, alat Bantu dengar, pemeriksaan payudara, pemeriksaan laboratorium, glukosa dan kolesterol, fungsi kelenjar tiroid, EKG, pap smear, sigmoidoskopi, kolonoskopi

b. Konseling :

Olahraga dan latihan tertentu, diet, lemak, kolesterol, karbohidrat, kalori, penyalahgunaan narkotika, alcohol, zat adiktif, pencegahan kecelakaan, kesehatan gigi, glaucoma, pengobatan estrogen.

c. Imunisasi :

Hepatitis B, Vaksin influenza

- Di Indonesia

Ø Buku Kesehatan Pribadi dianjurkan untuk dimiliki oleh masyarakat, termasuk Lansia

Ø Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan Usia Lanjut (1998), agar diisi oleh para Lansia, keluarga, atau pemberi pelayanan kesehatan setiap diberikan pelayanan kesehatan, sehingga dapat terjalin komunikasi dan tukar menukar informasi penting diantara Lansia dengan petugas pelayanan kesehatan setiap saat.

Ø Kartu Menuju Sehat Usia Lanjut (1993, 1997), yang disimpan oleh Lansia sendiri

2. Diagnosa dini oleh petugas profesional atau tim

a. Pemeriksaan status fisik :

§ Pemeriksaan fisik diagnostik lengkap

b. Pemeriksaan laboratorium lengkap

§ Gula darah dan puasa 2 jam setelah makan

§ HDL dan LDL kolesterol, Trigliserid

§ Kadar hormon

§ Kanker prostat, pari

§ Tumor marker (jika perlu)

c. Skrining kesehatan

d. Pemeriksaan status kejiwaan

§ Status mental (memori, konsentrasi, orientasi, komunikasi, verbalisasi)

§ Status psikologis (kesan umum, mood/ afek, dan perilaku)

e. Pemeriksaan status sosial ekonomi

§ Kontak sosial

§ Penyesuaian diri (terhadap keadaan saat ini, terhadap masa depan)

§ Evaluasi orang yang merawat Lansia (usia, status kesehatan, ketrampilan, derajat stress, kepandaian, tanggung jawab sebagai keluarga)

f. Pemeriksaan status fungsi tubuh

§ Mandiri (independent)

§ Kurang mandiri (partially independent)

§ Tidak mandiri/ tergantung (dependent)

3. Pengobatan

a. Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang timbul (sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, urogenital, hormonal, saraf, kulit, kuku, dan rambut)

b. Pengobatan terhadap manifestasi klinik (nyeri kepala, nyeri dada, nyeri pinggang, nyeri tungkai, nyeri kaki, demam, hipotermi, tidak ada nafsu makan, kelemahan umum, sesak napas, edema, obstipasi, gangguan kemih, gangguan neuropsikiatri, hipertensi, klimakterium, prostat)

c. Pengobatan terhadap Geriatric Giant (RSCM, 1997), (pikiran kacau, jatuh, imobilisasi, dekubitus, incontinentia urinae, incontinentia alvi, gangguan mata, gangguan telinga, osteoarthrosis.

Dasar Klinis Preventive Health Care Untuk Lansia, Rekomendasi Pemeriksaan Kesehatan Berkala

_______________________________________________________________________________________

Prevensi Primer dan Sekunder Frekuensi

Edukasi Tiap 4 tahun

Prevensi terhadap kecelakaan

Penggunaan seat belts

Pengecekan sendiri : kulit, mulut, payudara, testis

Melaporkan perdarahan postmenopause

Promosi Kebiasaan Sehat

Olah raga

Gizi

Obesitas Tiap 4 tahun atau kalaudiperlukan

Kebersihan mulut

Tidur

Penggunaan obat

Prevensi terhadap Penyakit

Skrining kolesterol Tiap 4 tahun

Imunisasi

Influenza Tiap tahun

Pneumococcus Sekali

Tetanus Booster Tiap 10 tahun

Pemeriksaan gigi

Penyakit periodontal

Caries gigi Tiap tahun

Skrining untuk Penyakit dini

Penurunan pendengaran Deteksi pada kelompok resiko

tinggi

Hipertensi Pengukuran tekanan darah tiap 1/

2

tahun

Hipothyroid Pemeriksaan klinis tiap 2 tahun

Ca mamae Pemeriksaan payudara tiap thn

Mammogram tiap thn sampai usia

80 thn

Ca serviks Pap smear tiap 5 thn, tiap 2 thn sp

usia

70, tiap 3 tahun

Ca colorectal Pemeriksaan rectal tiap tahun atau

setahun 2 kali

Sigmoidoscopy tiap 4 tahun

Ca mulut Pemeriksaan mulut tiap tahun

setelah usia 75 tahun

Ca kulit Inspeksi dan konseling, frekuensi

tergantung diagnosa klinis

Malnutrisi 2 kali setahun, 65-74 thn, tiap

tahun

untuk usia 75+

Kelompok resiko tinggi Seperti indikasi diagnosa klinis

TBC

Ca kandung kemih

Prevensi Tersier

Ketidakmampuan progresif sesuai usia Penilaian fungsi fisik, sosial, dan

mental

Dengan kunjungan rumah tiap 2

thn (65-74 thn), tiap tahun (75+)

_________________________________________________________________________________

c. Pembatasan kecacatan / Disability limitation

- Kecacatan : kesukaran dalam memfungsikan otot dan alat gerak atau sistem saraf

- Kecacatan :

v bersifat sementara dan dapat diperbaiki

v menetap yang tidak dapat dipulihkan tapi masih mungkin dapat diganti dengan alat bantu

v progresif yang tidak dapat pulih dan tidak dapat diganti dengan alat bantu

- Kegiatan yang dilakukan dalam pembatasan kecacatan :

a. Pemeriksaan (Assessment)

b. Identifikasi masalah ( Problem identification)

c. Perencanaan ( Planning)

d. Pelaksanaan ( Implementation)

e. Penilaian (Evaluation)

d. Upaya pemulihan / Rehabilitasi

- Rehabilitasi dilaksanakan oleh tim rehabilitasi (petugas medik, paramedik, non medik)

- Prinsip :

a. Pertahankan lingkungan yang aman

b. Pertahankan kenyamanan (istirahat, aktivitas, mobilitas)

c. Pertahankan kecukupan gizi

d. Pertahankan fungsi pernapasan

e. Pertahankan fungsi aliran darah

f. Pertahankan fungsi aliran kemih

g. Meningkatkan fungsi psikososial

h. Pertahankan komunikasi

i. Mendorong pelaksanaan tugas

VI. TINGKAT PELAYANAN KESEHATAN

Untuk mengupayakan prinsip holistik yang berkesinambungan, secara garis besar pelayanan kesehatan pada Lansia dapat dibagi sebagai berikut (Hadi-Martono, 1993, 1996)

1. Pelayanan Kesehatan Lansia di Masyarakat (Community Based Geriatric Service)

Semua upaya kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus diupayakan berperan serta dalam menangani kesehatan para Lansia. Puskesmas dan dokter praktek swasta merupakan tulang punggung layanan di tingkat ini. Puskesmas berperan dalam membentuk kelompok/ klub Lansia. Di dalam dan melalui klub Lansia ini, pelayanan kesehatan dapat lebih mudah dilaksanakan, baik usaha promotif, preventif, kuratif, atau rehabilitatif. Dokter praktek swasta terutama menangani para Lansia yang memerlukan tindakan kuratif insidental.

Semua pelayanan kesehatan harus diintegrasikan dengan layanan kesejahteraan yang lain dari dinas sosial, agama, pendidikan, kebudayaan, dll. Peran serta LSM untuk membentuk layanan sukarela misalnya dalam pendirian badan yang memberikan layanan bantu perawatan (home nursing), kebersihan rumah, atau pemberian makanan bagi para lansia (meals on wheels) juga perlu didorong.

Pada dasarnya, layanan kesehatan Lansia di tingkat masyarakat seharusnya mendayagunakan dan mengikutsertakan masyarakat (termasuk para Lansianya) semaksimal mungkin. Yang perlu dikerjakan adalah meningkatkan kepedulian dan pengetahuan masyarakat, dengan berbagai cara, antara lain ceramah, simposium, lokakarya, dan penyuluhan-penyuluhan.

2. Pelayanan Kesehatan Lansia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based

Community Geriatric Service)

Pada layanan tingkat ini, rumah sakit setempat yang telah melakukan layanan geriatri bertugas membina Lansia yang berada di wilayahnya, baik secara langsung atau tidak langsung melalui pembinaan pada Puskesmas yang berada di wilayah kerjanya.

Transfer of Knowledge” berupa lokakarya, symposium, ceramah-ceramah, baik kepada tenaga kesehatan ataupun kepada awam perlu dilaksanakan. Di lain pihak, rumah sakit harus selalu bersedia bertindak sebagai rujukan dari layanan kesehatan yang ada di masyarakat.

3. Layanan Kesehatan Lansia Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Geriatric Service)

Pada layanan ini rumah sakit, tergantung dari jenis layanan yang ada, menyediakan berbagai layanan bagi para Lansia, sampai pada layanan yang lebih maju, misalnya bangsal akut, klinik siang terpadu (day hospital), bangsal kronis, dan atau panti rawat wredha (nursing homes). Di samping itu, rumah sakit jiwa juga menyediakan layanan kesehatan jiwa bagi Lansia sengan pola yang sama. Pada tingkat ini, sebaiknya dilaksanakan suatu layanan terkait (con-joint care) antara unit geriatri rumah sakit umum dengan unit psikogeriatri suatu rumah sakit jiwa, terutama untuk menangani penderita penyakit fisik dengan komponen gangguan psikis berat dan sebaliknya.

Tingkatan sarana pelayanan kesehatan:

a. Pelayanan tingkat masyarakat

Pelayanan yang ditujukan kepada Lansia, keluarga yang mempunyai Lansia, kelompok Lansia atau kelompok masyarakat seperti :

1. Karang Wredha

2. Pos Yandu Lansia

3. Day Care

4. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa

5. PUSAKA

6. Dana Sehat atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)

b. Pelayanan tingkat dasar

Pelayanan diselenggarakan oleh berbagai instansi dan swasta serta organisasi

masyarakat, organisasi profesi dan yayasan seperti :

1. Praktek Dokter

2. Praktek Dokter Gigi

3. Balai Pengobatan dan Klinik

4. Puskesmas

5. Balai Kesehatan Masyarakat

6. Panti Tresna Wredha

7. Pusat Pelayanan dan Perawatan Lanjut Usia

c. Pelayanan rujukan tingkat I dan tingkat II

Pelayanan yang diberikan dapat bersifat sederhana, sedang, lengkap, dan paripurna :

1. Rumah sakit yang memiliki Poliklinik Geriatri/ Gerontologi, Unit Rehabilitasi, Ruang Rawat, Laboratorium, Day Hospital, Unit Gawat Darurat, Instalasi Gawat Darurat, Bangsal Akut.

2. Rumah Sakit Jiwa

3. Rumah Sakit Khusus lainnya

4. Sasana Tresna Wredha

5. Hospitium

1. Poliklinik geriatri : layanan geriatri di mana diberikan jasa asesmen, tindakan kuratif sederhana, dan konsultasi, bagi penderita rawat jalan. Sifatnya adalah subspesialistik, sehingga hanya penderita yang telah melewati poliklinik spesialis lain dan memenuhi syarat sebagai penderita geriatri bisa dikonsulkan ke poliklinik ini.

2. Bangsal geriatri akut : bangsal di mana penderita geriatri dengan penyakit akut atau subakut (stroke, pneumonia, keto-asidosis diabetika, penyakit jantung kongestif akut, dll.).

Pada penderita tersebut dilakukan tindakan asesmen, kuratif, dan rehabilitasi jalur cepat oleh tim geriatri.

3. Day-hospital : layanan geriatri yang dapat melaksanakan semua tindakan yang dilakukan oleh bangsalakut atau kronis, tetapi tanpa penderita harus rawat inap, dan layanan hanya dilakukan pada jam kerja. Jasa yang diberikan antara lain : asesmen, kuratif, ambulatoir, rehabilitasi, dan rekreasi. Oleh karenanya tenaga yang diperlukan selain geriatris/ internis, perawat dan sosiomedik, juga tenaga rehabilitasi, psikolog, rekreasionis, dll.

4. Bangsal geriatri kronis : bangsal ini diperlukan untuk merawat penderita dengan penyakit kronis yang memerlukan tindakan kuratif inap dalam jangka waktu lama. “Turn over rate”-nya rendah, sehingga pembiayaannya menjadi sangat mahal.

5. Panti rawat wredha : Di negara maju, layanan ini disebut “nursing home”, yaitu suatu institusi yang memberikan layanan bagi penderita Lansia dengan masalah medis kronis yang sudah tidak memerlukan tindakan perawatan di RS, akan tetapi masih terlalu berat untuk bisa dirawat di rumah sendiri. Oleh karena tidak memerlukan tindakan spesialistik oleh dokter, maka biayanya bisa ditekan. Turn over rate juga rendah, tetapi untuk kepentingan pendidikan, adanya bangsal ini di suatu RS pemerintah dapat menggantikan keberadaan suatu bangsal kronis.

6. Rehabilitasi geriatri : merupakan suatu keharusan untuk dikerjakan pada semua penderita geriatrik. Rehabilitasi jalur cepat (fast stream rehabilitation) dikerjakan selama penderita masih dirawat di bangsal geriatri, oleh karena itu pelaksanaannya sebaiknya diintegrasikan dengan pelayanan geriatri. Rehabilitasi jalur lambat (slow stream rehabilitation) dilaksanankan secara kronis, yang bisa dilaksanakan oleh unit rehabilitasi medik atau bisa juga diintegrasikan ke dalam pelayanan geriatri.

7. Konsultasi geriatri : yaitu surat layanan konsultatif dari bagian lain terhadap seorang penderita Lansia. Dari tindakan konsultatif ini, pada penderita yang bersangkutan dapat diberikan pengobatan bahkan pindah perawatan ke bagian geriatri.

8. Pendidikan dan riset : merupakan bagian implisit dari pelayanan geriatri. Riset dilaksanakan baik untuk publikasi atau yang lebih penting adalah untuk memperbaiki pelayanan itu sendiri.

VII. PELAYANAN SOSIAL BAGI USIA LANJUT

Pelayanan sosial pada Lansia merupakan bagian dari layanan holistik horizontal pada populasi Lansia. Berbagai layanan yang bisa diberikan kepada :

- Institusi yang memberikan akomodasi, antara lain panti wredha (terutama bagi para Lansia dengan keterbatasan sosial-ekonomi), akomodasi terlindung (sheltered accomodation) bagi mereka dengan ketergantungan fisik sebagian (semi/ partial dependency)

- Bantuan pengerjaan aspek domestik (home help services), misalnya membersihkan rumah, cuci-setrika, dll.

- Bantuan penyediaan makan sehari-hari (meals on wheels)

- Penjagaan penderita di malam hari (night attendants)

- Penyediaan pramu wredha

- Dll.

Pelayanan sosial ini sebaiknya merupakan kegiatan dari badan-badan sukarela/ partisipasi masyarakat, yang dikoordinasikan oleh dinas sosial dan atau dinas kesehatan setempat.


VIII. KESIMPULAN

Karena jumlah Lansia dari hari ke hari makin meningkat dengan cepat, dan hal ini dapat menimbulkan permasalahan yang akan mempengaruhi kelompok penduduk lain, maka aspek demografi dari kelompok Lansia ini penting diketahui dan dipahami, sehingga dapat diambil langkah antisipasi untuk mengatasi permasalahan yang dapat timbul tadi.

Dengan kemajuan teknologi dan umur manusia yang makin panjang, maka terjadi pergeseran sebab-sebab kematian, dari penyakit infeksi kearah penyakit degeneratif. Hal ini tentu memerlukan pendekatan yang berbeda di bidang kesehatan.

Peranan prevensi/ pencegahan semakin besar, karena jika dilakukan secara cermat dan terus menerus akan memberikan hasil yang lebih baik dengan biaya yang lebih murah. Maksud dari prevensi sendiri adalah menghindarkan sejauh mungkin penyakit-penyakit yang dapat timbul dan mengusahakan agar fungsi tubuh selama mungkin dapat dipertahankan

Karena alasan-alasan di atas, prinsip pelayanan kesehatan pada Lansia adalah holistik dan bekerja di dalam tim. Sedangkan pelaksanaannya sendiri melibatkan masyarakat juga Rumah Sakit dan berada dalam tingkatan-tingkatan. Pelayanannya sendiri dikelompokkan menjadi 5, promosi, prevensi, diagnosis dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, dan rehabilitasi. Sebagai pelengkap adalah pelayanan sosial.



1 komentar:

Template Design by Free template
merpati3333